Butuh 5 Hari untuk Atasi Kesedihan
A
A
A
LONDON - Rata-rata orang membutuhkan waktu selama 5 hari untuk bisa mengatasi kesedihan akibat putus cinta, ditinggalkan orang yang disayangi atau lainnya.
Menurut para periset Belgia yang melakukan riset ini, kesedihan berlangsung 240 kali lebih lama ketimbang perasaan lain termasuk malu, kaget, jengkel atau bahkan bosan. Kesedihan sering kali beriringan dengan peristiwa berdampak besar seperti kematian atau kecelakaan dan orang membutuhkan lebih banyak waktu untuk memikirkan dan mengatasi apa yang terjadi untuk benar-benar memahaminya.
Teori ini muncul setelah Philippe Verduyn dan Saskia Lavrijsen dari University of Leuven di Belgia melakukan penelitian terhadap 233 pelajar yang diminta mengingat kembali episode emosi terbaru dan melaporkan durasinya. Para peserta juga diminta menjawab pertanyaan mengenai strategi yang digunakan untuk mengatasi emosi ini.
Dari 27 emosi, kesedihan berlangsung paling lama. Sementara malu, kaget, takut, muak, bosan, tersinggung, jengkel atau merasa lega lebih cepat berlalu. Biasanya, orang membutuhkan waktu 120 jam untuk berhenti bersedih, tapi hanya 30 menit untuk mengatasi rasa muak atau malu. Kebencian berlangsung selama 60 jam; gembira 35 jam; putus asa, harapan, cemas, kecewa dan puas 24 jam; cemburu 15 jam; lega 8 jam; antusias 6 jam; kagum dan syukur 5 jam; rileks 4,3 jam; rasa bersalah 3,5 jam; stres 3 jam; bangga 2,6 jam; tersinggung 2,5 jam; marah, bosan dan kaget 2 jam; jengkel dan haru 1,3 jam; terhina 0,8 jam; dan takut 0,7 jam.
Periset mengklaim, karena bosan masuk kategori emosi yang tidak terlalu lama durasinya, maka berarti masa-masa yang sulit pun bisa berlalu dengan perlahan ketika orang itu bosan.
Riset mereka yang dipublikasikan di jurnal Motivation and Emotion ini adalah yang pertama yang memberikan bukti yang menjelaskan mengapa sejumlah emosi berlangsung lebih lama ketimbang yang lainnya.
Periset juga menemukan bahwa emosi yang berlangsung dalam waktu yang lebih singkat biasanya datang akibat peristiwa yang tidak terlalu penting bagi mereka. Di sisi lain, emosi yang berlangsung lama cenderung disebabkan oleh peristiwa yang memiliki implikasi kuat bagi perhatian utama orang yang mengalaminya.
Verduyn menambahkan sejumlah implikasi ini hanya akan jelas dari waktu ke waktu yang kemudian menyebabkan emosi ini bertahan atau menguat. Perasaan ini berlangsung selama orang yang mengalaminya memikirkan peristiwa dan konsekuensinya berulang-ulang.
Durasi perasaan juga merupakan sebuah dimensi yang bisa membedakan antara emosi. Misalnya, Verduyn dan Lavrijsen menemukan bahwa perasaan bersalah adalah emosi yang berlangsung lebih lama ketimbang rasa malu sementara kecemasan berlangsung lebih lama ketimbang takut.
“Merenung adalah penentu utama mengapa sejumlah emosi berlangsung lebih lama ketimbang yang lainnya. Emosi yang berasosiasi dengan tingkat perenungan yang tinggi akan berlangsung paling lama,” papar Verduyn yang dikutip The Daily Mail.
Menurut para periset Belgia yang melakukan riset ini, kesedihan berlangsung 240 kali lebih lama ketimbang perasaan lain termasuk malu, kaget, jengkel atau bahkan bosan. Kesedihan sering kali beriringan dengan peristiwa berdampak besar seperti kematian atau kecelakaan dan orang membutuhkan lebih banyak waktu untuk memikirkan dan mengatasi apa yang terjadi untuk benar-benar memahaminya.
Teori ini muncul setelah Philippe Verduyn dan Saskia Lavrijsen dari University of Leuven di Belgia melakukan penelitian terhadap 233 pelajar yang diminta mengingat kembali episode emosi terbaru dan melaporkan durasinya. Para peserta juga diminta menjawab pertanyaan mengenai strategi yang digunakan untuk mengatasi emosi ini.
Dari 27 emosi, kesedihan berlangsung paling lama. Sementara malu, kaget, takut, muak, bosan, tersinggung, jengkel atau merasa lega lebih cepat berlalu. Biasanya, orang membutuhkan waktu 120 jam untuk berhenti bersedih, tapi hanya 30 menit untuk mengatasi rasa muak atau malu. Kebencian berlangsung selama 60 jam; gembira 35 jam; putus asa, harapan, cemas, kecewa dan puas 24 jam; cemburu 15 jam; lega 8 jam; antusias 6 jam; kagum dan syukur 5 jam; rileks 4,3 jam; rasa bersalah 3,5 jam; stres 3 jam; bangga 2,6 jam; tersinggung 2,5 jam; marah, bosan dan kaget 2 jam; jengkel dan haru 1,3 jam; terhina 0,8 jam; dan takut 0,7 jam.
Periset mengklaim, karena bosan masuk kategori emosi yang tidak terlalu lama durasinya, maka berarti masa-masa yang sulit pun bisa berlalu dengan perlahan ketika orang itu bosan.
Riset mereka yang dipublikasikan di jurnal Motivation and Emotion ini adalah yang pertama yang memberikan bukti yang menjelaskan mengapa sejumlah emosi berlangsung lebih lama ketimbang yang lainnya.
Periset juga menemukan bahwa emosi yang berlangsung dalam waktu yang lebih singkat biasanya datang akibat peristiwa yang tidak terlalu penting bagi mereka. Di sisi lain, emosi yang berlangsung lama cenderung disebabkan oleh peristiwa yang memiliki implikasi kuat bagi perhatian utama orang yang mengalaminya.
Verduyn menambahkan sejumlah implikasi ini hanya akan jelas dari waktu ke waktu yang kemudian menyebabkan emosi ini bertahan atau menguat. Perasaan ini berlangsung selama orang yang mengalaminya memikirkan peristiwa dan konsekuensinya berulang-ulang.
Durasi perasaan juga merupakan sebuah dimensi yang bisa membedakan antara emosi. Misalnya, Verduyn dan Lavrijsen menemukan bahwa perasaan bersalah adalah emosi yang berlangsung lebih lama ketimbang rasa malu sementara kecemasan berlangsung lebih lama ketimbang takut.
“Merenung adalah penentu utama mengapa sejumlah emosi berlangsung lebih lama ketimbang yang lainnya. Emosi yang berasosiasi dengan tingkat perenungan yang tinggi akan berlangsung paling lama,” papar Verduyn yang dikutip The Daily Mail.
(alv)